PEKANBARU- Menjadi seorang jurnalis tidak melulu harus memiliki latar belakang jurusan Komunikasi atau Jurnalistik, bisa lulusan Ekonomi, Hubungan Internasional (HI), Hukum bahkan jurusan Ilmu Pendidikan.
Siapapun punya kesempatan untuk menggeluti bidang jurnalistik asal memiliki tekad dan niat pada bidang ini, seperti tulis menulis dengan unsur 5W+1H serta menyukai tantangan, ingin selalu belajar, menyukai hal baru karena menjadi jurnalis di abad ini tentu banyak tantangan.
Selama saya mengenal dan belajar dengan sosok Wahyudi El Panggabean.
Beliau adalah guru sejati yang tiada henti mengabdikan diri untuk membangun mental dan memaksimalkan potensi.
“Maka tidak salah kalau orang-orang menyebutnya guru besar. Karena selain diajarkan menjadi wartawan beliau juga mendidik wartawan agar mampu berkomunikasi dengan narasumber,”sebut Romi.
Tidak hanya mengenai teknik dasar jurnalis seperti memotret tapi juga cara tersenyum kita diajarkan.
Sampai tahun 2023 ini, saya telah memiliki tiga media dan sangat hormat dan kagum pada sosok tokoh pers Riau itu.
Sosok seorang Wahyudi El Panggabean adalah guru yang komitmennya terhadap peningkatan sumber daya wartawan tak perlu diragukan lagi.
“Beliau adalah wartawan senior yang memiliki segudang strategi dalam menembus narasumber. Hal itu sudah terangkum rapi dalam karya-karya sebelumnya, diantaranya Strategi Wartawan Menembus Narasumber.
Sebelum saya mengenal beliau, saya belum tau apa-apa dengan jurnalis.
Diawal saya mengenal muridnya bernama Defri, dan Defri memiliki buku karya Drs. Wahyudi El Panggabean, MH.
Singkat cerita, langsung saya Poto copy buku tersebut. Setelah mendapat copyan buku itu, saya tak henti membacanya, namun saya saat itu belum terpikir ketemu beliau.
Seperjalanan waktu, saya hijrah ke kota Pekanbaru. Ketemulah beliau disalah satu cafe, berpotolah kami. Waaaah… Sangat bangga hati ini dapat berpoto berdua bersamanya.
“Bertemu langsung dengan penulis bukunya adalah kebanggaan tiada bandingannya,”.
Beliau adalah Direktur Utama Pekanbaru Jurnalistik Center (PJC), tidak lama mengenalnya ada acara pelatihan jurnalistik yang diadakan PJC.
Saya langsung ikut mendaftar. Sampai sekarang saya tidak berhenti belajar di PJC, dan tidak terhitung lagi Sertifikat saya miliki dari PJC.
“Bagi saya menuntut ilmu itu tidak ada hentinya” dan perlu di asah otak atau pikiran ini.
Yang saya ketahui selama ini, belajar di PJC ini bukan sekedar menulis berita, kita di ajarkan kode etik, berkomunikasi, public speaking, di ajar wawancara dan strategi menembus narasumber.
Suatu hari, di salah satu cafe di Pekanbaru kami ngobrol dengan beberapa teman. Salah satu teman mengatakan Wahyudi itu bang, setiap acaranya bertujuan jual bukunya.
Dengan spontan saya menjawab saya muridnya, dan bukan ingin membelanya, karena saya mengalaminya hingga saat ini saya belajar jurnalistik ini dengannya. Berapa sih kita bayar di acaranya? Kita bilang 500 ribu, apa sebanding dengan isi buku itu?
Setelah menerangkannya, tidak ada satu orangpun menjawab apa yang saya tanyakan. Artinya, inilah dinamakan kehidupan, kenapa? Kita contohkan saja lampu, seandainya lampu itu hanya negatif saja, pasti lampu itu ngga akan hidup dan sebaliknya.
Sama juga kita sebut seorang Camat, Kadis, Bupati, Gubernur sampai Presiden, pasti ada pro dan kontranya.
Selama hidup di dunia jurnalis tantangan yang penulis maksud ialah bagaimana bertanggung jawab pada profesi ini, bagaimana menyerap aspirasi-aspirasi masyarakat yang kerap tidak sampai.
Dan tidak punya link untuk menuju ke atas, ketempat yang mereka tuju guna menyampaikan keluh kesahnya dan bahkan menyampaikan kisah hidup yang ia alami.
Penulis jadi teringat kalimat yang mengatakan “Satu Peluru hanya mampu menembus satu kepala. Tapi satu tulisan mampu menembus ribuan bahkan jutaan berdampaknya sebuah tulisan yang keluar dari pena.
Secara langsung melalui pena di tuntut bagaimana memiliki ide dan kreatif, berangkat dari hal tersebut membuat penulis begitu melakoni profesi ini, hal tersebut membulatkan tekad untuk menggeluti profesi ini.
Notabenenya, menjadi seorang jurnalis bukanlah suatu hal yang mudah, mendedikasikan seluruh hidup untuk memberikan informasi yang valid berdasarkan fakta-fakta yang ada dan ditemukan.
Menyuarakan kebenaran informasi sudah menjadi prinsip hidup dan memperjuangkan pemberitaan. Kata orang menjadi seorang wartawan harus rela mengorbankan tenaga, waktu tidur istirahat demi menghasilkan suatu berita yang berkualitas.
Sampai di tahun 2023 ini, saya sangat bersyukur mengenal sosok Wahyudi El Panggabean dan belajar di PJC. Jika kita bandingkan uang belajar di PJC dan apa yang kita dapat ilmunya, ibarat kata uang bisa dicari, guru mumpuni tiada ganti.
Namun demikian, teringat akan pesan indah seorang penyair asing, Pendidikan itu lain hal. sekolah atau tidak belajar adalah tugasmu.
Maka sudah selayaknya saya angkat topi dan salam hormat kepada beliau. Sang guru visioner yang tak kenal henti berkarya. Melahirkan wartawan dari nol besar hingga mampu jadi tokoh berpengaruh.
Semua berkat tangan dingin beliau yang mampu melihat setiap potensi dalam diri murid-muridnya.
Belajar dengan beliau tak melulu harus dalam kelas. Duduk santai sambil menikmati secangkir ngopi, tanpa disadari ilmu sudah terpatri dalam diri. Ibarat air yang mengalir akan terus mengaliri setiap sela yang dilalui.
Demikian halnya dengan tokoh pers yang tiada duanya ini. Sosoknya sangat berarti. Tuahnya disegani. Telunjuknya dipatuhi.
Sehat selalu guruku.