Pekanbaru, RI – Potongan surat pengaduan HMI Pekanbaru ke KPK meminta penuntasan skandal fee asuransi Kredit Di Bank Riau Kepri. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Pekanbaru melaporkan kasus dugaan gratifikasi berupa fee asuransi kredit di Bank Riau Kepri (BRK) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam laporan tertulisnya, HMI mendesak agar korps antirasuah itu membongkar dugaan skandal pemberian fee secara berjamaah kepada kepala cabang, cabang pembantu dan kedai BRK dari perusahaan broker asuransi.
“Benar, kami telah melaporkannya kemarin langsung ke KPK. Surat pengaduan tertulis kami tujukan ke Ketua KPK,” kata Gopinda Aditya Putra, Ketua Umum HMI Cabang Pekanbaru. Jumat (25/3/2022).
Dalam surat pengaduannya tersebut, HMI mengungkit kembali perkara yang menerpa 3 kepala cabang dan cabang pembantu BRK yang sudah divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi Pekanbaru. Ketiganya yakni Kepala Cabang Pembantu Baganbatu, Nur Cahya Agung Nugraha, Kepala Cabang Pembantu Tembilahan, Mayjafri serta Hefrizal yang merupakan Kepala Cabang Pembantu Senapelan dan juga Kepala Cabang Taluk Kuantan.
Ketiga orang tersebut telah divonis 2,5 tahun penjara oleh PN Pekanbaru dan dikuatkan kembali berdasarkan putusan banding Pengadilan Tinggi Pekanbaru. Ketiganya terbukti menerima fee asuransi kredit dari PT Global Risk Management (GRM) yang merupakan broker asuransi mitra BRK.
Nur Cahya dkk dinyatakan melanggar pasal 49 ayat (2) huruf a Undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas UU nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan jo pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Sejak dalam penyidikan, kasus ini menggunakan UU Perbankan, bukan UU Pemberantasan Tipikor.
Menurut Gopinda, berdasarkan keterangan saksi di persidangan, KPK diminta untuk membongkar dugaan penerimaan gratifikasi berjamaah oleh para kepala cabang/ cabang pembantu dan kedai BRK lainnya.
“Selain tiga terdakwa yang telah beralih status menjadi terpidana, masih terdapat beberapa pimpinan dan oknum lainnya yang belum diusut. Keterangan tersebut didapatkan dari fakta persidangan. Ini harus diusut soal dugaan fee 10 persen dari produksi asuransi kredit,” kata Gopinda.
HMI bahkan mengultimatum agar KPK segera memproses pengaduan yang sudah disampaikan tersebut.
“Apabila KPK tidak mengindahkan permintaan kami, maka kami akan melakukan koordinasi dengan cabang-cabang HMI se Riau dan Pengurus Besar HMI di Jakarta, untuk melakukan pelaporan ke Dewan Pengawas KPK,” tulis Gopinda dalam surat yang diteken bersama Sekretaris Umum HMI Cabang Pekanbaru, Ahmad.
HMI Cabang Pekanbaru kata Gopinda, berharap kasus BRK terkait dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme tidak ada lagi.
“Agar keberadaan BRK dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Sehingga BRK bisa menjadi percontohan BUMD di daerah lain,” pungkas Gopinda.
Perihal adanya bagi-bagi fee asuransi kredit diungkap secara gamblang oleh mantan Kepala Cabang Perwakilan PT GRM Riau, Inisial D dalam persidangan kasus Nur Cahya dkk, tahun lalu. D mengaku telah memberikan uang secara bulanan kepada seluruh pimpinan operasional BRK yang menjadikan PT GRM sebagai mitra brokernya. Diperkirakan jumlahnya mencapai 50 orang dari sebanyak 40 kantor operasional BRK di Riau maupun Kepulauan Riau.
Pemberian fee tersebut jumlahnya variatif bergantung pada total produksi asuransi kredit yang dihitung tiap bulan. Dari jumlah produksi asuransi, para pemimpin operasional BRK mendapat jatah 10 persen. Fee diberikan dalam bentuk rekening bank atas nama D, namun kartu ATM dan buku tabungan diberikan kepada terdakwa.