Jakarta, RI – Sawit Indonesia menjadi incaran negara-negara Eropa, Cina, dan India pada 2 tahun terkahir, karena terjadi penurunan cadangan energi dinegara tersebut. Beruntungnya Indonesia, karena 42%, perkebunan sawit tersebut dikelola oleh petani dan tentunya dampak multi efek nya jauh lebih signifikan, terkhusus dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Namun ada beberapa pihak menuduh APKASINDO, organisasi petani sawit terbesar di Indonesia, melindungi cukong kebun kelapa sawit dalam kawasan hutan, ini penjelasan Dr. Gulat ME Manurung, MP.,C.APO.,C.IMA, Ketua Umum DPP APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia) dari Jakarta (13/02/2022), bahwa APKASINDO itu Asosiasi profesi petani (manusia nya) berdiri 22 tahun lalu, bersifat NIRLABA (tidak komersial) dan tidak dipungut iuran. APKASINDO itu tersebar di 146 Kabupaten/Kota dari 22 Provinsi APKASINDO seluruh Indonesia.
Dalam AD/ART Kami tidak mengenal istilah cukong. Yang bergabung ke APKASINDO itu adalah petani sawit, bukan absrak. Petani baik perorangan maupun berkelompok, dengan membuktikan surat kepemilikan lahan mereka, akte pendirian kelompok sesuai peraturan, kami terima. Bagi yang lengkap dokumennya langsung kami terbitkan KTA (kartu tanda anggota), by name, by address dan by kordinat. Dan saat ini anggota APKASINDO, dari 22 Provinsi sudah jutaan orang. Fungsi APKASINDO, sesuai Visi dan Misi nya adalah mengedukasi anggotanya (pembinaan) dan berfungsi seperti jembatan dan payung untuk “berteduh”.
Kami mengedukasi dari berbagai aspek, seperti aspek agronomis untuk menerapkan good agricultural practices (GAP) “semisal jangan membakar, menggunakan pupuk an-organik dengan pupuk organik secara seimbang, supaya membayar pajak, mengedepankan keselamatan kerja, jangan memanen sawit mentah, menganjurkan supaya berkelompok (poktan atau koperasi), supaya bermitra dengan perusahaan, menjembatani permasalahan petani ke pemerintah terkait regulasi (misalnya masalah wajib Sertifikasi ISPO, sawit dalam kawasan hutan atau masalah konflik horizontal lainnya). Terkait ke advokasi ini, kami didukung oleh dewan pakar bidang hukum dan advokasi dari DPP, DPW sampai DPD.
APKASINDO juga berfungsi menjembatani arahan kebijakan Pemerintah (regulasi terkait aspek agronomis/budidaya kelapa sawit) ke petani, melawan kampanye negatif, komunikasi internasional dan lain-lain”. Ini semua bagian dari fungsi advokasi dan SDM APKASINDO, Ujar Gulat.
Intinya, kalau masalah kepemilikan lahan si petani (baik non kawasan hutan maupun kawasan hutan) tidak ada urusannya ke Asosiasi (APKASINDO), karena asosiasi tidak memiliki hak atau/dan kuasa atas lahan yang dimiliki anggota nya tersebut, tapi kami harus hadir membantu Anggota kami yang kesulitan dengan sekuat tenaga dan tidak dipungut biaya oleh APKASINDO. Masak anggotanya sedang menghadapi masalah ditinggal,” ujarnya.
“Untuk anggota kami yang terbentur soal kawasan hutan, kami membantu terstruktur dengan cara menghimbau supaya melakukan penyelesaian melalui 4 tipologi teknis UUCK (Omnibus Law)”, jadi semua ada dasar hukumnya dan ini sangat membantu pemerintah tentunya.
Menurut catatan kami, petani yang terbentur kawasan hutan, yang mengajukan diri melalui gerbong UUCK sangat teramat minim, padahal UUCK sudah 1 tahun lebih berjalan. Hal ini dikarenakan petani tidak memahami prosedurnya, beda dengan korporasi yang memiliki manajemen dan tim legal,” jelas Gulat.
Dari 3,4 juta hektar sawit dalam kawasan se Indonesia, 78% nya adalah petani dan kami hanya mampu membantu pemerintah menyiapkan data petani seluas 22.200 ha atau hanya 0,76%. Ya hanya segitulah kemampuan kami menyiapkan data sesuai amanah UUCK dan turunannya, sisanya kami serahkan ke pemerintahlah atau mungkin ada lembaga lain yang berbaik hati secara cuma-cuma,” ujarnya.
“Perihal Pelang Nama yang kami pasang tersebut, itu menandakan bahwa kebun tersebut sudah didata untuk administrasi resolusi sawit dalam kawasan hutan (ultimum remedium) sesuai UUCK. Plang nama itu juga menandakan dilarang melakukan ekstensifikasi karena datanya sudah kami rekam dan kunci. Untuk plang nama tersebut, saya sudah perintahkan ke Ketua 22 DPW Provinsi APKASINDO, tidak ada beban biaya sepeserpun yang dipungut APKASINDO, alias gratis, tegas Gulat, sembari mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang sudah memberi perhatian kepada kami Petani Sawit.
T. Rusli Ahmad, SE, Dewan Penasehat DPP APKASINDO, ketika dihubungi menyampaikan semua pihak supaya menahan diri dan jangan menyebar hoax. Kalau mau membantu petani sawit silahkan, kami sangat senang, tapi tidak dengan merendahkan organisasi yang lain, itu etikanya tidak elok, ujarnya ketika dikonfirmasi.
APKASINDO selalu menghimbau supaya anggota nya dan petani sawit pada umumnya, tidak membuka lahan di kawasan yang bukan peruntukannya, terkhusus setelah terbitnya UUCK November 2020. Karena yang diakomodir dalam UUCK melalui PP No 24/2021 adalah yang eksisting tertanam sebelum November 2020 (lahirnya Omnibus Law) yang sifatnya Ultimum Remedium (mengedepankan penyelesaian administrasi dan denda), ujar Rusli Ahmad yang juga Ketua PWNU Riau. Jika petani yang dikalim dalam kawasan hutan ini nantinya diakomodir melalui UUCK, kan akan sangat membantu keuangan negara dari denda yang diamanahkan PP 24/2021.
“Sawit bukan hanya mereka yang bekerja di sektor perkebunan, tapi kita Indonesia, jadi semua harus paduserasi, ujar Rusli Ahmad yang juga Ketua Umum Santri Tani NU”.
Dr. Muhammad Nurul Huda, S.H.,M.H, ketika diminta tanggapan, menjelaskan bahwa APKASINDO berdiri dan tegak lurus untuk membela hak-hak petani, ini bukan semata soal kepemilikan lahan, tapi untuk semua hak hukum dan kewajiban petani. Jadi kalau ada problem, APKASINDO memberikan advise hukum supaya petani mendapatkan perlindungan dan haknya secara hukum. Petani mesti dan harus dilindungi, sesuai dengan hukum yang berlaku, ujar Dewan Pakar Bidang Hukum dan Advokasi DPP APKASINDO ini dengan tegas.**