Pekanbaru, RI – Pemerintah berkomitmen penuh dalam memberantas mafia-mafia tanah. Pernyataan tersebut disampaikan Presiden Jokowidodo dalam sambutannya saat Penyerahan Sertifikat Redistribusi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat pada Rabu tanggal 22 September tahun 2021 Silam.
Presiden Jokowi pun mengingatkan jajaran Polri untuk tidak ragu-ragu mengusut mafia-mafia tanah yang ada.
“Jangan sampai juga ada aparat penegak hukum yang membekingi mafia tanah tersebut. Perjuangkan hak masyarakat dan tegakkan hukum secara tegas,” tegasnya.
Menyikapi instruksi presiden Jokowidodo, Kepolisian RI memastikan akan menghukum para mafia tanah.
Hal itu diutarakan sebagai respons atas perintah Presiden Joko Widodo yang meminta kepolisian dapat menindak tegas mafia tanah.
Dilansir dari Tempo.co, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Rusdi Hartono mengatakan instruksi dari presiden akan dilaksanakan untuk memberi kepastian kepada masyarakat, Jumat 24 September 2021.
Rusdi menyatakan arahan Presiden Jokowi telah didengar oleh seluruh jajaran. Mulai dari tingkat kepolisian sektor hingga kepolisian daerah dan akan langsung dilaksanakan.
Mabes Polri kembali mengingatkan masyarakat untuk segera melapor jika mengetahui atau menjadi korban dari mafia tanah. Ia memastikan Polri akan menindaklanjuti laporan tersebut.
“Silakan kalau ada laporan mafia tanah laporkan saja. Sudah jelas instruksi presiden dan sudah pasti Polri akan menegakkan hukum,” ucap Rusdi.
Dengan instruksi dari Presiden Joko widodo dan komitmen dari Kapolri untuk memberantas mafia Tanah, tentunya menjadi angin segar bagi masyarakat untuk mencari keadilan dan kepastian hukum terhadap konflik agraria yang menimpanya.
Seperti yang dialami oleh Ahli waris dari Almarhumah Rohani Chalid yang memiliki sebidang tanah seluas 7,3 Ha dengan bukti kepemilikan hak atas tanah berdasarkan Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) No. 26/Tangkerang yang terletak di Jl. Tuanku Tambusai (atau dikenal dengan sebutan lain sebagai Jl. Nangka). dimana diatas Sertifikat HGU itu BPN Pekanbaru menerbitkan Hak Guna Bangunan No. 04702 Atas Nama Asri Janahar.
Kuasa Hukum Ahli waris waris dari Almarhumah Rohani Chalid dari kantor hukum YK And Partner Dr. Yudi Krismen, SH.MH mengatakan bahwa konflik Agraria antara kliennya dengan Asri janahar telah berlangsung cukup lama sehingga memaksa Pihaknya membuat Laporan Polisi (LP) nomor: LP/453/XI/2020/SPKT/RIAU tanggal 09 November 2020 untuk mencari keadilan dan kepastian hukum, namun hingga kini belum ada kejelasan.
Ia berharap, pihak kepolisian daerah Riau segera menyelesaikan kasus ini dan tidak gentar jika ada tekanan dari pihak manapun.
“Saya berharap pihak polda Riau serius menangai kasus ini, dan penyidik yang menangani kasus klien kami segera meningkatkan ke penyidikan. kami meminta penyidik dalam penyelidikannya jangan hanya meminta keterangan hanya dari satu seumber saja, tetapi juga melihat pandangan hukum dari para pakar hukum administrasi publik.” kata Dr. Yudi Krismen.
Karena menurut dia, berdasarkan Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) No. 26 milik kliennya telah memiliki hukum tetap. “Jika terjadi cacat administrasi dalam penerbitan HGB an Asri Janahar, maka perbuatan menteri agraria/kakantah kota pekanbaru dapat dijerat dengan pasal 264(1) KUHPkategori penerbitan akta autentik palsu. Dan penggunaan HGB tersebut dapat dijerat dengan pasal 264(2) KUHP,” tutup Dr. Yudi Krismen
Untuk diketahui pada tanggal 25 Pebruari 1999, objek tanah sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) No. 26/Tangkerang Atas Nama Rohani Chalid tersebut dibatalkan oleh Surat Keputusan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor : 5 -VIII-1999 Tentang Pembatalan Hak Guna Usaha No. 26/Tangkerang Tercatat Atas Nama Rohani Chalid dan atas pembatalan itu Menteri Agraria BPN-RI dengan Surat Keputusan a quo
Kemudian Rohani Chalid melakukan perlawanan hukum dengan menggugat Keputusan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor : 5 – Viii – 1999 Tersebut Ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta yang dimenangkan oleh Rohani Chalid dengan putusan Memerintahkan Tergugat yakni Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk Mencabut Surat Keputusan tersebut.
Pada tingkat banding juga dimenagkan oleh Rohani Chalid dengan dengan Amar Putusan:“Menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Tertanggal 04 Agustus 1999 Nomor 053/G.TUN/1999/PTUN.JKT.
Pada Tingkat Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia telah memutus dengan Putusan Nomor: 243/K/TUN/2020 Tertanggal 18 Januari 2005. Dalam putusan menegaskan bahwa:“Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Tidak Dapat Diterima.
Pada saat ini telah diterbitkan Hak Guna Bangunan (HGB) No. 04702 Atas Nama Asri Janahar oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Pekanbaru Tertanggal 07/11/2018 No. 110/HGB/BPN-14.71/2018 serta Surat Ukur Tertanggal 19/12/2018 No. 02989/Tangkerang Barat/2018. dan ditandatangani oleh Ronald F.P.M. Lumban Gaol, S.H., M.H. Tertanggal 20 Desember 2018.
Melihat kondisi tersebut. pakar hukum Administrasi publik dari Universitas Islam Riau Prof. Dr. H. Sufian Hamim, S.H. M.Si mengemukakan pendapatnya dalam Legal Opinion setebal 15 halaman dengan judul “Penerbitan Hak Guna Bangunan No. 04702 Atas Nama Asri Janahar Diatas Sertifikat Hak Guna Usaha No. 26/Tangkerang Atas Nama Rohani Chalid”.
Prof. Sufian Berpendapat penerbitan HGB No. 04702 Atas Nama Asri Janahar Diatas Sertifikat Hak Guna Usaha No. 26/Tangkerang Atas Nama Rohani Chalid yang telah memiliki kekuatan hukum tetap pasca putusan Tingkat Kasasi Mahkamah Agung dengan Putusan Nomor: 243/K/TUN/2020 Tertanggal 18 Januari 2005.
Dalam putusan menegaskan bahwa: “Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Tidak Dapat Diterima. Menduga telah terjadi tindak pidana pemalsuan sertipikat.
Lebih lanjut Prof. Sufian menjelaskan Bahwa didalam penerbitan Hak Guna Bangunan ataupun Hak Atas Tanah lain haruslah terlebih dahulu dilakukan Perolehan Tanah dengan dilakukan Persiapan Permohonan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah. Selanjutnya sebelum mengajukan permohonan Hak Pengelolaan atau Hak Atas Tanah, Pemohon harus memperoleh dan menguasai tanah yang dimohon sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang dibuktikan dengan Data Fisik dan Data Yuridis bidang tanah.
Perolehan Tanah dalam rangka permohonan Hak Pengelolaan atau Hak Atas Tanah sebagaimana dimaksud dapat berasal dari Tanah Negara. Berdasarkan Peraturan Pemerintah 18 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah pasal 4 huruf g menyebutkan bahwa Tanah Negara berasal dari:
“Tanah Hak yang jangka waktunya berakhir serta tidak dimohon Perpanjangan dan/atau Pembaruan”.
Kemudian diperjelas pada pasal 4 huruf h:
“Tanah Hak yang jangka waktunya berakhir dan karena kebijakan Pemerintah Pusat tidak dapat diperpanjang dan/atau diperbarui”.
Adapun kualifikasi Tanah Hak yang telah berakhir serta tidak dimohon Perpanjangan dan/atau Pembaruan merupakan tanah yang berasal dari Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang telah berakhir haknya dan tidak diajukan Perpanjangan dan/atau Pembaruan.
Selanjutnya Guru Besar UIR menjelaskan data fisik dan data yuridis termasuk penting mengingat kegiatan yang tidak luput pada pendaftaran pertama kali. Data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan di atasnya.
Sedangkan data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan atau satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya.
Mengenai data fisik dan data yuridis diatur dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Atas dasar alat bukti dan berita acara pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat(3) hak atas bidang tanah. Jadi pada perkara ini Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional telah menerbitkan Hak Guna Bangunan (HGB) No. 04702 Atas Nama Asri Janahar oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Pekanbaru Tertanggal 07/11/2018 No. 110/HGB/BPN-14.71/2018 serta Surat Ukur tertanggal 19/12/2018 No. 02989/Tangkerang Barat/2018 dikarenakan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional berpendapat data yuridis yang tidak bermasalah dan akibat status tanah telah kembali kepada penguasaan Negara setelah Tanah Hak Guna Usaha No. 26/Tangkerang Atas Nama Rohani Chalid yang jangka waktunya berakhir serta tidak dimohon Perpanjangan dan/atau Pembaruan sebagaimana diketahui berakhir pada tahun 2003.
Namun dapat diduga Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional telah melakukan maladministrasi dan telah melanggar asas pemerintahan yang baik (Good Goverment) dalam mengambil tindakan pada tahun 2003 dengan menolak perpanjangan dikarenakan masih adanya upaya hukum yang dilakukan oleh pihak Rohani Chalid hingga tahun 2005. Seharusnya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku Menteri Negara Agraria apakah menunda perpanjangan atau menerbitkan hak kepemilikan baru menunggu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap terhadap objek yang disengketakan sehingga dapat memutus apakah dapat diperpanjang ataupun menolak perpanjangan yang dilakukan oleh Rohani Chalid.
Belum Adanya keputusan oleh BPN terkait dengan pencabutan Keputusan tersebut. Menunjukkan sudah terjadi MalAdministrasi.
Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Yang berlaku, Penerbitan HGB harus melalui berbagai syarat hal ini sesuai dengan PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH, sesuai dengan Pasal 4 pada Ayat (3) dan (4) yang menegaskan: “Pemberian Hak Guna Usaha atas tanah yang telah dikuasai dengan hak tertentu sesuai ketentuan yang berlaku, pelaksanaan ketentuan Hak Guna Usaha tersebut baru dapat dilaksanakan setelah terselesaikannya pelepasan hak tersebut sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Tahapan pada Proses Penerbitan HGB mestinya memperhatikan Historis pada lahan yang akan digunakan, status, kaedah kebijakan yang bersifat mengikat, rasa aman dalam investasi serta prosedur yang jelas.
Pasal 1 angka 14 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan (“Permen.Agraria/BPN9/1999”) mendefinisikan pembatalan hak atas tanah sebagai pembatalan keputusan pemberian suatu hak atas tanah atau sertifikat hak atas tanah karena keputusan tersebut mengandung cacat hukum atau terjadi maladministrasi dalam penerbitannya atau untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah inkracht.
Permohonan Pembatalan Sertifikat Hak atas Tanah
Pembatalan sertifikat dapat dilakukan di luar mekanisme peradilan, yaitu dengan cara mengajukan permohonan yang diajukan secara tertulis kepada Menteri atau Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.
Mekanisme tersebut diatur pada Pasal 110 jo. Pasal 108 ayat (1) Permen Agraria/BPN 9/1999.
Permohonan dapat dilakukan jika diduga terdapat cacat hukum administratif dalam penerbitan sertifikat itu sebagaimana diatur pada Pasal 106 ayat (1) jo. Pasal 107 Permen Agraria/BPN 9/1999 sebagai berikut:
Pasal 106 ayat (1) Permen Agraria/BPN 9/1999
Keputusan pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administratif dalam penerbitannya, dapat dilakukan karena permohonan yang berkepentingan atau oleh Pejabat yang berwenang tanpa permohonan.
Pasal 107 Permen Agraria/BPN 9/1999
Cacat hukum administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 (1) adalah:
Kesalahan prosedur;
Kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan;
Kesalahan subjek hak;
Kesalahan objek hak;
Kesalahan jenis hak;
Kesalahan perhitungan luas;
Terdapat tumpang tindih hak atas tanah;
Data yuridis atau data data fisik tidak benar; atau
Kesalahan lainnya yang bersifat administrative
Maka perbuatan Menteri Negara Agraria tersebut dapat disimpulkan telah terjadi Cacat Administrasi berkaitan dengan meloloskan Data Yuridis Atas Penerbitan Hak Guna Bangunan No. 04702 Atas Nama Asri Janahar oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Pekanbaru Tertanggal 07/11/2018 No. 110/HGB/BPN-14.71/2018.
Sebagaimana diatur pada Pasal 14 Ayat (1) PP Nomor 18 Tahun 2021
“dibatalkan haknya oleh Menteri karena: 1. Cacat administrasi; atau 2. Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;”
Dan diperjelas pada Pasal 46 huruf b angka 3 “dibatalkan haknya oleh Menteri sebelum jangka waktunya berakhir karena cacat administrasi;”
Apakah dapat diajukan Penghapusan Hak Pengelolaan kepada Pihak Kementrian atas penerbitan Hak Guna Bangunan No. 04702 Atas Nama Asri Janahar diatas Sertifikat Hak Guna Usaha No. 26/Tangkerang?
Pasal 1 angka 14 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan (“Permen Agraria/BPN 9/1999”) menegaskan bahwa pembatalan hak atas tanah sebagai pembatalan keputusan pemberian suatu hak atas tanah atau sertifikat hak atas tanah karena keputusan tersebut mengandung cacat hukum administrative dalam penerbitannya atau untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah inkracht.
Selain karena alasan administrative, pembatalan sertifikat hak atas tanah juga dapat terjadi dalam hal ada pihak lain yang dapat membuktikan bahwa suatu bidang tanah yang sudah diterbitkan sertifikat itu adalah secara sah dan nyata miliknya dan hal tersebut didukung dengan adanya putusan pengadilan yang telah inkracht.
Tidak ada perbedaan antara pembatalan sertifikat hak atas tanah dengan pembatalan hak atas tanah, karena akibat dari pembatalan sertifikat hak atas tanah, maka batal pula hak atas tanah tersebut.