Riauintegritas.com – Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung selama 1,5 tahun menjadi tantangan utama perekonomian negara di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2020, kondisi ekonomi Indonesia pada kuartal I 2020 masih mengalami pertumbuhan sebesar 2,97 persen secara tahunan (year over year/yoy). Lalu, pada kuartal II, perekonomian nasional terkontraksi hingga 5,32 persen yoy akibat pandemi.
Memasuki kuartal III dan IV 2020, perekonomian Indonesia mulai menunjukkan tren perbaikan. Dari minus 5,32 persen, pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi minus 3,49 persen yoy pada kuartal III dan minus 0,9 persen yoy pada kuartal IV.
Sementara, pada 2021, ekonomi Indonesia tidak lagi mengalami kontraksi. Pada kuartal II 2021 tercatat tumbuh hingga 7,07 persen yoy. Pertumbuhan ini sekaligus mengakhiri resesi ekonomi Indonesia yang terjadi sejak 2020.
Uniknya, di tengah pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih labil, realisasi investasi tetap mengalami peningkatan. Peningkatan iklim investasi ini dinilai dipengaruhi oleh kebijakan stimulus di segi fiskal dan moneter.
Melansir data Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi pada periode April-Juni 2021 mencapai Rp 223 triliun. Sementara, total realisasi investasi sepanjang Januari-Juni 2021 mencapai Rp 442,8 triliun.
Berdasarkan data tersebut, nilai realisasi investasi di Indonesia meningkat 16,2 persen dibandingkan periode II 2020 yang nilainya mencapai Rp 191,9 triliun.
Pertumbuhan investasi di Indonesia itu didorong oleh peningkatan kepercayaan investor, baik melalui investasi langsung asing atau foreign direct investment (FDI) dan investasi langsung domestik atau domestic direct investment (DDI).
Selain itu, pertumbuhan investasi yang menyokong pertumbuhan ekonomi di Indonesia juga merupakan dampak positif dari kebijakan pemerintah untuk mendorong hilirisasi di sektor berbasis komoditas.
Pemerintah juga telah menerbitkan Undang-Undang (UU) No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau dikenal sebagai omnibus law untuk menyelesaikan berbagai hambatan yang kerap ditemui investor, seperti perizinan dan tenaga kerja.
Sebagai informasi, UU Cipta Kerja merupakan fondasi terciptanya sovereign wealth fund (SWF) pertama di Indonesia yang dapat menjadi wadah besar investasi. SWF akan digunakan dan dikelola untuk berbagai proyek strategis nasional.
Dengan berbagai kebijakan reformasi yang fleksibel dan ramah investor tersebut, Indonesia berpeluang menjadi tujuan investasi utama bagi para investor asing dan lokal. Hal tersebut dapat menjadi langkah awal untuk pemulihan ekonomi berkelanjutan.
Untuk itu, sebagai bank global, HSBC menghubungkan investor global ke Indonesia, negara yang berpotensi menjadi salah satu ekonomi utama dengan pertumbuhan tercepat dan memiliki peluang investasi yang sangat besar.
Sebagai bagian dari HSBC Summit 2021, melalui kemitraan dengan Kementerian Investasi/BKPM, HSBC menyelenggarakan forum diskusi bilateral bertajuk “In Conversation with Indonesia”.
Melalui forum tersebut, HSBC dan Kementerian Investasi/BKPM memfasilitasi diskusi bilateral atau one-on-one mengenai iklim investasi Indonesia antara calon investor dengan perwakilan senior Kementerian Investasi/BKPM.
Presiden Direktur PT Bank HSBC Indonesia Francois De Maricourt mengatakan, sebagai bank yang telah berada di Indonesia selama 137 tahun, forum diskusi tersebut merupakan bagian dari komitmen HSBC untuk menghubungkan nasabah dengan peluang di seluruh dunia.
“Asia telah menjadi mesin ekonomi global dan kami percaya Asia Tenggara, khususnya Indonesia, akan memainkan peran yang semakin meningkat dalam mendorong pembangunan dan menciptakan kemakmuran. Untuk itu, HSBC bangga dapat menjadi bagian dari kisah pertumbuhan Indonesia,” kata Francois dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (8/9/2021).
Ia menjelaskan, Indonesia akan meraih manfaat dari reformasi rancangan ekonomi baru yang diciptakan pada bidang-bidang tertentu. Dua di antaranya adalah peraturan pasar tenaga kerja dan keuangan dalam jangka panjang.
Dalam jangka pendek, kata Francois, Indonesia akan menghadapi konsumsi domestik yang kuat dan permintaan global yang kembali meningkat sehingga memperkuat pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan oleh peringkat Indonesia sebagai negara dengan populasi terbanyak keempat di dunia.
“Indonesia berhasil memposisikan diri dengan baik untuk bangkit dari keterpurukan akibat pandemi Covid-19 dan memulai kembali pertumbuhan ekonomi yang pesat. Seiring perkembangan reformasi, investor mulai menyadari potensi Indonesia,” tambahnya. (Rls)
Sumber : Kompas.com