Jakarta, Riauintegritas .com – 08 Januari 2025. Koordinator Nasional Mapala Tingkat Perguruan Tinggi Se-Indonesia Vivaldi Emri Nobel Menanggapi Tujuan Menteri kehutanan Raja Juli Antoni untuk ketahanan pangan tidak memperhatikan dampak serius untuk keberlansungan keberlansungan hidup ekosistem yang ada di dalam hutan.
Menanggapi hal tersebut Rencana proyek Babat Hutan 20 Juta Ha Untuk pangan dan energi bisa picu dampak serius terhadap ekologis. Kementerian Kehutanan harusnya menjajdi wali dari hutan-hutan kita di indonesia, harus menjadi wali yang berada paling depan dalam menghadapi pembongkaran hutan.
Presiden dan Menteri kehutanan tidak memahami tugas dan tanggung jawabnya pernyataan Presiden Prabowo dalam racara Musrenbang di Jakarta pada Senin (30/12), yang menyatakan bahwa penambahan lahan sawit merupakan langkah strategis dan dibutuhkan banyak negara. Presiden Prabowo juga menanggapi kekhawatiran mengenai deforestasi akibat perluasan lahan sawit dengan mengatakan, “Namanya kelapa sawit ya pohon, yakan? Ada daunnya, kan?”
Koordinator Nasional Mapala Tingkat PT Se-indonesia Vivaldi Emri Nobel Menanggapi Pernyataan Presiden Prabowo “Namanya kelapa sawit ya pohon yakan? Ada daunnya, kan?” disini kita bisa melihat dalam siaran Pers Nomor : SP.032/HUMAS/PPIP/HMS.3/02/2022 KLHK RI menegaskan bahwa sawit bukan tanaman hutan. ( Permen LHK) P.23/2021, ia mengatakan sawit juga tidak masuk sebagai tanaman rehabilitasi hutan dan lahan (RHL).
Dalam han tersebut juga Rencana Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni Babat Hutan 20 Juta Ha Untuk Pangan dan Energi adalah menteri yang tidak paham konsep dan fungsi hutan di indonesia.
Vivaldi Emri Nobel Koordinator Nasional Mapala PT Se-Indonesia Untuk meningkatkan produksi pangan tidak harus selalu mengorbankan hutan yang telah hidup bertahun tahun di indonesia. Ekstensifikasi bukan sebuah solusi,jangan mencari jalan pintas dan malas berfikir untuk mencapai tujuan yang lebih baik.