PEKANBARU- Kepala Suku Yayasan Anak Rimba Indonesia (ARIMBI), Mattheus, menyebut praktik penambangan ilegal mining atau kegiatan pertambangan tanpa izin negara semakin marak di berbagai daerah terutam di Prov Riau.
“Meskipun regulasi hukum terkait kegiatan pertambangan telah diatur, namun tindak pidana ilgeal mining itu masih terus merajalela”. Kok bisa ya?.
Upaya yang perlu dilakukan untuk mengefektifkan penegakan hukum tindak pidana penambangan ilegal harus diupayakan secara maksimal melalui langkah preventif maupun represif,” kata Mattheus di Kota Pekanbaru, Rabu (5/10/22).
Langkah preventif yang dimaksut Mattheus yaitu, meningkatkan pengawasan dan monitoring pertambangan namun persoalan minimnya kuantitas dan kualitas personil pengawasan pertambangan (inspektur tambang) mutlak harus diselesaikan. Langkah represif yait, penindakan hukum yang tegas dan profesional oleh kepolisian dan PPNS Minerba”.
“Penegakan hukum illegal mining juga harus diupayakan dengan cara membenahi berbagai faktor, termasuk faktor hukumnya bagi penegak hukumnya itu sendiri,” katanya.
ARIMBI mencermati bahwa, apa yang terjadi di lapangan lemahnya penegakan hukum penambangan ilegal ini bisa juga disebabkan oleh belum komprehensifnya upaya dalam membenahi faktor-faktor kunci yang dapat mempengaruhi efektivitas penegakan hukum penambangan ilegal itu.
“Dari sisi faktor hukum, UU Minerba secara umum memang dapat dikatakan telah memberikan kemajuan dari sisi kepastian hukum terhadap penegakan hukum penambangan ilegal itu,” kata Mattheus.
Bahkan sambung Mattheus, Perubahan UU Minerba telah memperberat ancaman sanksi pidana denda bagi pelanggar di beberapa pasal ketentuan pidananya, “Ini memungkinkan praktik ini semakin merajalela”.
“Salah satunya Pasal 158 UU Minerba, yang sebelumnya ancaman sanksi pidana dendanya paling banyak Rp. 10 miliyar dan paling banyak Rp100 M diharapkan tidak membuat kalap aparat,” katanya.
Masalahnya, kata Mattheus “beberapa pasal dihapus salah satunya Pasal 165 UU Minerba ini tentunya sangat disayangkan, padahal pasal ini sangat penting, karena mengatur tentang pidana bagi pelaku penyalahgunaan wewenang dalam mengeluarkan IUP, IPR, atau IUPK, misalnya kasus PT Rifansi yang melakukan pengambilan tanah urug di Rokan Hilir”.
Makanya kata Matheus, “dibutuhkan upaya terintegrasi untuk memberantas illegal mining itu. Upaya preventif yang sangat penting untuk dilakukan pemerintah saat ini yaitu membenahi aspek pengawasan dan monitoring pertambangan, terutama penguatan kuantitas dan kualitas personil pengawasan inspektur tambang”.
“Upaya represif itu bisa melalui penindakan oleh APH harus secara serius dilakukan, termasuk terhadap APH yang terlibat kegiatan tersebut. Selain itu, penegakan hukum illegal mining harus dengan cara membenahi berbagai faktor, tidak hanya faktor hukumnya saja, melainkan juga faktor penegak hukumnya, sarana prasarananya, masyarakatnya, serta faktor kebudayaannya.
DPR RI dalam hal ini perlu mendorong pemerintah untuk memiliki arah politik anggaran yang lebih mendukung sarana dan fasilitas APH di bidang pertambangan namun hasilnya kita dengar kasus pidana PT Rifansi saja tidak jalan di Polda Riau,” ulas Matteus.
Hal itu kata Kepla Suku ARIMBI yang sudah melaporkan 4 kasu lingkungan di Polda Riau itu, “diperlukan agar dapat menuntaskan berbagai persoalan terkait kebutuhan pengawasan dan monitoring kegiatan pertambangan itu sendiri”.
“Berdasarkan hukum positif yang berlaku penambangan ilegal merupakan salah satu dari tindak pidana bidang pertambangan yang dilarang dalam UU Minerba dan Perubahan UU Minerba,” katanya dibilangan jalan Durian Pekanbaru (Kantor Rembuk ARIMI).
“Terdapat dua jenis sanksi bagi pelanggar ketentuan larangan dalam UU Minerba, yaitu sanksi administratif dan sanksi pidana. Selain itu, pelaku juga dapat dikenai sanksi tambahan,’ sambungnya.
Sanksi administratif itu jelas Mattheus, bisa dilakukan bagi pelaku penambangan ilegal midalnya berupa peringatan tertulis, denda, penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi produksi; atau pencabutan Surat lzin Penambangan Batuan seperti Izin Usaha Pertambangan (IUP), Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), SIPB atau Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk Penjualan.
“Nah untuk Sanksi administratifnya dapat dijatuhkan kepada pemegang IUP, IPR atau IUPK atas pelanggaran beberapa ketentuan sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 151 (Perubahan UU Minerba). Salah satunya yakni, menggunakan IUP selain yang diizinkan oleh pemberian IUP tersebut lihat pasal 41 UU Minerba,” jelasnya.
Sedangkan sanksi pidana ulasnya, dapat dijatuhkan terhadap pelanggar Pasal 158 hingga Pasal 164 UU Minerba. Pasal158 Perubahan UU Minerba misalnya, mengatur pada pokoknya bahwa setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100 Miliar.
“Pasal 35 UU Minerba hasil perubahan dalam hal ini mengatur tentang Perizinan Berusaha yang diberikan oleh pemerintah pusat,” pungkasnya. (Tim)