JAKARTA– Polemik seputar sistem proporsional terbuka atau tertutup dalam Pemilu Legislatif hingga kini masih belum berakhir.
Sebanyak delapan partai Politik, bahkan dengan tegas menyatakan sikap menolak sistem proporsional tertutup.
Terlebih lagi, pakar hukum tata negara Yusril Izha Mahendra yang juga Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), dalam suatu acara Rakornas PBB baru-baru ini menerangkan, penggunaan sistem proposional tertutup jauh lebih bermanfaat daripada sistem proposional terbuka.
Menyikapi perdebatan itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional SOKSI, Ir. Ali Wongso dengan tetap menghormati perbedaan pendapat termasuk dalam hal ini kepada Yusril, dan mengingatkan semua pihak, agar hendaknya ekstra hati-hati dan diharapkan berpikir rasional kritis mulai dari mengidentifikasi apa masalah sesungguhnya, hingga bagaimana pemecahan masalahnya yang efektif dan konstruktif dengan mengutamakan kepentingan kemajuan bangsa negara ke depa,” jelas Ir. Ali Wongso.
“Apapun dan bagaimanapun pemecahan masalah nya, seharusnyalah berorientasi membangun sistem demokrasi politik nasional yang demokratis sejalan dengan semangat reformasi 1998 dalam koridor Pancasila dan UUD 1945 untuk menghasilkan perwakilan rakyat terbaik integritasnya serta kompetensinya sebagai bagian dari kekuatan strategis memajukan kehidupan rakyat, bangsa dan negara ke depan,” ungkap Ali Wongso, Senin (16/1).
Ia menilai Mahkamah Konstitusi (MK) sesuai Undang-Undang, selain tidak bisa mengambil alih peranan DPR RI selaku pembuat Undang-Undang, juga jelas tidak bisa membatalkan “sistem proporsional terbuka” itu hanya karena timbulnya masalah akibat berbagai ekses dalam pelaksanaan sistemnya pada beberapa kali Pemilu Legislatif, dan bukan karena melanggar UUD 1945.
“Jika ada pendapat bahwa “sistem proporsional terbuka” melanggar UUD 1945, tentu itu sangat naif, yang berarti negara bangsa ini telah menyelenggarakan beberapa kali Pemilu yang melanggar UUD 1945! Tentu tidak, jadi prinsipnya bagi SOKSI adalah masalah harus dipecahkan dengan solusi efektif tetapi ibarat “banyak tikus didalam lumbung, maka lumbungnya harus diselamatkan tetapi “Jangan membakar lumbung untuk membasmi tikus,” tegas Ali Wongso.
Wakil Ketua Dewan Pakar Partai Golkar itu, melanjutkan sistem proporsional terbuka jauh lebih demokratis daripada sistem proporsional tertutup.
Menurutnya, jika dengan sistem proporsional tertutup, rakyat pemilih yang berdaulat berdasarkan Konstitusi itu, tidak mempunyai peluang menggunakan hak politiknya untuk memilih siapa caleg yang dipercayainya dan dikehendakinya mewakili kepentingannya di DPR RI dan DPRD.
Sistem proporsional tertutup hanya memberikan kepada rakyat pemilih sebatas memilih Partai Politik karena peluangnya untuk memilih siapa caleg yang dipercayai dan dikehendakinya untuk mewakili kepentingannya di DPR RI dan DPRD, sudah diambil alih otoritas pimpinan Partai Politik yang berwenang menyusun nomor urut caleg.
Sedangkan dengan sistem proporsional terbuka, rakyat pemilih memiliki peluang sebesar-besarnya menggunakan hak politiknya untuk memilih langsung siapa orangnya caleg-caleg yang dipercayainya dan dikehendakinya dari antara sekian banyak caleg yang tersediakan oleh Partai-Partai Politik untuk dipilihnya mewakili kepentingannya di DPR RI dan DPRD.
“Jadi jelas sistem proporsional terbuka jauh lebih demokratis daripada sistem proporsional tertutup, dan sistem proporsional terbuka jelas tidak bertentangan dengan konstitusi,” tandasnya. (Tim)